Saatnya Kresna Habis-habisan Beri Nasehat ke Puntadewa

oleh -187 Dilihat
oleh
Illustrasi || Istimewa

SEPERTI pepatah Jawa, “Tegel Larane Ora Tegel Patine”.  Meski Prabu Kresna kecewa dengan langkah kepemimpinan Puntadewa yang sebenarnya cukup bijaksana, hanya dimanfaatkan oleh orang-orang dekatnya karena sesuatu. Kresna yang titisan Dewa Wisnu tetap akan melangkah demi “keselamatan” Puntadewa yang apabila tidak ada sesuatu akan mencalonkan kembali sebagai Raja di Amarta.

Prabu Kresna sebetulnya sangat-sangat paham, bahwa di jagad pewayangan yang tidak pakem seperti sekarang ini (wayang mbeling), bahwa keberadaan  seorang pemimpin dan para pembisiknya menjadi kelaziman di era yang serba digital ini. Bahkan disaat jaman kuno, hal itu juga lazim.

Hanya yang membuat Kresna kecewa, kenapa Puntadewa, saat memegang kendali pemerintahan tanpa sadar mengiyakan, memakai,  dan manut dengan sosok orang yang mempunyai watak seperti Sengkuni dan orang yang mempunyai watak seperti seorang resi yang culas seperti Resi Dorna. Padahal jelas-jelas watak kedua sosok andalan raja Hastinapura, Prabu Duryudana itu, notabene  selalu memburu untungnya sendiri.

Kresna mungkin tidak begitu kecewa jika saja Puntadewa memakai sosok seperti sosok dari Hastinapura yang masih pamannya Duryudono, yakni Arya Widura dan Bisma. Karena kedua sosok itu mempunyai watak yang arif dan bijaksana. Serta jauh dari jiwa serakah.

‘’Maaf Ananda, boleh saya ngomong sesuatu,’’ begitu Sang Kresna yang pada suatu kesempatan menyempatkan untuk datang ke Amarta untuk menemui Puntadewa.

‘’Siap, sendika dawuh. Kemarahan apapun dari Bapa Kresna saya siap untuk menerima dan melaksanakan,’’ jawab Puntadewa, yang memang berkarakter jujur dan sabar. Sosok yang dikenal kesetiaannya atas dharma dan keutamaan karakter manusia (wayang).

‘’Ini bukan berarti saya mau ngudhal-udhal sesuatu yang sudah terlaksana. Karena sejatinya saat ini yang terpenting adalah mencari solusi terbaik agar nanti Ananda yang kabarnya mau nyalon lagi,  sukses dan bisa menjadi pemimpin di Amarta lagi.’’

‘’Sendika dawuh, siap,’’ dengan wajah tertunduk Puntadewa yang merupakan anak pertama dari Prabu Pandu Dewanata dan Dewi Kunti itu, menelan pembicaraan atau nasehat dari Kresna

‘’Kenapa dulu Ananda memilih sosok yang mempunyai watak seperti Sengkuni dan Durna sebagai orang kepercayaan. Kok bukan sosok yang mempunyai kepribadian seperti Widura atau Bisma,’’ Kresna mulai memancing. 

Baca Juga :  Ngenteni Komitmene Para Calon ing Pilkades Serentak Blora

‘’Maaf, beribu-ribu maaf, Ananda sebagai seorang raja khan harus mempunyai orang kepercayaan, yang membantu dalam banyak hal di  pemerintahan saya Prabu.’’

‘’Ya, paham. Seorang pemimpin pasti harus mempunyai orang orang kepercayaan. Namun mestinya, dalam memilih orang-orang kepercayaan tersebut haruslah yang mempunyai kemampuan, integritas, loyalitas dedikasi dan yang paling utama adalah dalam menegakkan kejujuran, keadilan dan kebenaran,’’ kejar Kresna.

Sebagai sosok yang sepanjang hidupnya, menjalankan dharmanya dengan sempurna.  Jujur, sabar dan baik hati, Puntadewa tak berani membantah dengan brondongan pertanyaan Kresna itu. Dan sikapnya seperti semula, tetap menundukan kepala dihadapan penasehat Pendawa itu.

‘’Maaf, Sang Prabu, saya tak berdaya dan, sekali lagi beribu-ribu maaf, saya terlalu percaya begitu saja,’’ ungkap Puntadewa.

‘’Bukan begitu,’’ Kresna langsung nyaut. Dikatakan bahwa kesalahan dalam memilih orang-orang kepercayaan, maka “bisikan” mereka menjadi sangat berbahaya bagi sang Pemimpin.

Orang-orang kepercayaan itu, dengan mengatasnamakan mempunyai jasa besar dalam proses kepemimpinan Puntadewa, lantas berbuat sesuatu demi keuntungan pribadi. Dalam banyak hal.

Hanya, demikian Kresna, memang sulit untuk mendapatkan sosok orang-orang kepercayaan yang mau menjaga praja dari Pemimpinnya. Mau mengerti akan kebutuhan dan posisi pemimpinnya. Dan disinilah dituntut, seorang Pemimpin harus  mempunyai kemampuan untuk memilah-milah mana yang baik dan mana yang tidak baik.

‘’Sekali lagi Sang Prabu, saya mohon maaf. Nasehat paduka yang benar-benar kami harapkan,’’  komentar Puntadewa merendah.  ‘’Saya harus bagaimana? ‘’

‘’Mestinya Ananda sebagai seorang Pemimpin harus bisa menyaring “bisikan” orang-orang kepercayaan Ananda. Disinilah diuji kematangan Ananda sebagai seorang pemimpin dalam memutuskan sesuatu yang berlandaskan pada nilai- nilai kejujuran, keadilan.’’

‘’Terus saya harus bagaimana, Sang Prabu ?’’

‘’Begini,’’ Sang Kresna kembali menggelontorkan nasehatnya. Banyak contoh, seorang Raja masuk perangkap dari orang-orang kepercayaannya, yang mengatasnamakan telah berjasa namun dalam prakteknya mengutamakan kepentingan pribadi.

Seorang Raja yang selalu percaya dengan bisikan orang-orang kepercayaannya seperti itu, dan menjalankan bisikan itu tanpa lagi melihat benar salahnya, ini sangat berbahaya. Semua itu bisa berakibat  terjadi adu domba, tipu daya dan lain-lain. Celakanya akibat dari semua itu  Sang Raja lah yang menanggung resikonya.

‘’Sudah-sudah Sang Prabu. Ananda harus bagaimana?’’ Puntadewa mengiba.

Baca Juga :  Memaknai Pesan Mensesneg Agar Blora Terus Berinovasi

‘’Ananda harus  segera menggelar sidang dengan orang-orang kepercayaan Ananda. Minta kesadarannya, disaat Ananda  akan menghadapi gawe besar, yakni Calonan Raja, jangan sampai  mereka ramai-ramai buang badan dan meninggalkan Ananda.’’

‘’Baiklah Ananda segera melaksanakan untuk menggelar sidang itu. Mohon doa restunya agar semua akan berjalan dengan baik,’’ pinta Puntadewa sambil mengantarkan Sang Kresna yang berpamitan.

Sepeninggal Kresna, Puntadewa tampak melamun. Mencoba introspeksi diri, dan merasa  bahwa sebenarnya dirinya tidak pernah menginginkan kekuasaan, namun, kekuasaan yang datang menghampirinya karena takdir memilihnya sebagai Raja di Amarta.

Saran dari Sang Kresna untuk segera mengumpulkan orang-orang kepercayaannya untuk sidang akan dilaksanakan secepatnya. Hanya, dia merencanakan untuk memaafkan kepada orang kepercayaannya. Puntadewa tetap akan setia pada dharma yang sudah menjadi ikrarnya.

Dan inilah yang membuat banyak tokoh-tokoh penting di negaranya terkagum-kagum oleh kebesaran hati dan kesabaran Puntadewa untuk tetap setia pada dharmanya. Meskipun situasi sulit dan hati dikuasai oleh kekecewaan terhadap polah tingkah orang-orang kepercayaannya.  Wallahualam Bisawab.

Tidak berlebihan, jika Sosok Puntadewa memang patut menjadi contoh dan dijadikan panutan dalam situasi seperti ini. Puntadewa adalah satu-satunya karakter yang ditakdirkan untuk menjadi seorang raja, panutan rakyat dan para pemimpin di kerajaannya. 

Bima memang maha kuat ataupun Arjuna seorang sosok yang paling ahli dalam berperang. Namun Puntadewa adalah sosok yang paling pas dan dibutuhkan untuk menjadi seorang pemimpin. Karena sejatinya, sosok Puntadewa mengutamakan budi dan kejujuran. Tidak hanya sekedar kepandaian atau kekuatan, lebih-lebih hanya sekedar popularitas. (Disaring dari berbagai sumber)

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.