Oleh : Daryanto
” JUSTRU karena teteg itu, dengan ke tangguh annya Si Bos Yudhistira sanggup mengalahkan semua raksasa, termasuk memberi penjelasan logis kepada semua pihak. Dan itu sejatinya merupakan gambaran seorang ksatria yang tanggon atau dapat diandalkan. ”Karena Si Bos yang ksatria yang tanggap, ia dapat melaksanakan tugas pokoknya dengan benar dan tutug. InsyaAllah. ”
SEBAGAI Tim Media Raja Yudhistira yang akan maju lagi di pemilihan Raja Amarta, Bagong akhir-akhir ini sering diburu oleh banyak wartawan. Pertanyaaan yang diajukan insan media cukup bervariasi. Mulai dari situasi dan kondisi Amarta, persiapan Yudhistira di helatan pesta demokrasi, dan sejumlah pertanyaan lainnya. Termasuk kebijakan maupun persiapan Yudhistira jelang Pilkada. Yang paling gres yang ingin dikulik media, adalah siapa yang kelak yang akan digandeng menjadi wakilnya.
”Saya belum bisa ngomong banyak, karena sampai detik ini Bos saya juga tidak memberi isyarat apapun siapa yang akan menjadi calon wakil di Pilkada nanti. Tapi percayalah, menjelang Pilkada ini Si Bos akan selalu Tatag, Teteg, Tangguh, Tanggon, Tanggap dan Tutug,” jawab Bagong yang juga akrab dipanggil Bawor itu, ketika jagongan dengan sejumlah wartawan.
”Mosok ndak ada bocoran alus, Gong,” tanya Citraksi, yang dijaman serba elektronik ini meniti karir sebagai seorang wartawan di media mainstream yang beken di Amarta.
” Yang jelas, untuk calon Wakil Bupati masih akan dikonsultasikan, dikomunikasikan ke tokoh-tokoh, kyai kyai, dan partai-partai yang lain yang ada di DPRD Amarta. Semua itu dilakukan supaya sosok calon Wakil Bupati itu sosok yang bisa diterima oleh berbagai kalangan lapisan masyarakat. Hingga saat ini Si Bos masih membuka kemungkinan bagi partai lainnya untuk bergabung,” jawab Bagong.
Sosok Bagong yang semakin viral menjelang Pilkada Amarta itu menambahkan, yang sudah pasti Yudhistira semakin memantapkan diri untuk melanjutkan pengabdian kepada bumi kelahirannya, Amarta. Dia telah mengantongi surat rekomendasi dan dukungan dari dua partai politik untuk kembali maju dalam Pilkada 2024. Dan dukungan dari dua partai itu sudah memenuhi syarat.
”Mantap, cuman ini Gong, akhir-akhir ini kok ada kebijakan Raja yang sering mengundang pertanyaan orang. Misalnya memberi tempat atau jabatan kepada sosok yang jelas-jelas selama ini memusuhinya. Bahkan sering mengeluarkan kata dungu dan lain-lain kepada kepemimpinan Sang Raja?” kembali Citraksi mencoba menggali informasi.
”Ah kayak nggak tahu aja kami Si, Citraksi. Ketahuilah jadi warga Amarta itu tidak perlu kagetan. Uji ombak sedang terjadi di Amarta !”
” Maksudnya ? ” Citraksi terus mengejar . ”Bukankah beberapa kebijakan itu kelak akan menjadi preseden buruk?”
”Jangan kagetan dan jangan gumunan. Semua tengah berproses.”
Ketahuilah, demikian Bagong, bahwa adanya kebijakan dari Bos saya, termasuk dukungan dua Parpol di Marta yang memantapkan beliau semakin mantap untuk melanjutkan pengabdian kepada bumi kelahirannya, Amarta, merupakan bagian dari sekian uji ombak.
Dikatakan, seorang Ksatria yang tatag tidak akan banyak bicara lagi kecuali mengatakan: “Nuwun inggih ngestokaken dhawuh” (Siap, kerjakan).
”Berarti banyak faktor yang menentukan siapa kelak yang akan menjadi calon Wakil dari Bos Yudhistira?” Citraksi menyela.
”Ya itulah, sebagai Ksatria, karena pemerintahan Amarta itu tidak bisa lepas dengan pemerintahan di atasnya, dan pemerintahan yang paling pusat,” tandas Bagong.
Jadi, lanjut Bagong, karena dalam bingkai kolaborasi atau sesarengan, begitu ada perintah, Bos Yudhistira akan berangkat tanpa menoleh ke kanan kiri lagi. Bahkan jika dalam perjalanan ternyata dia dihadang raksasa besar, atau digoda dengan materi, atau bujuk rayu dari sosok yang culas, ia tetap teteg. Tidak akan mundur.
Justru karena teteg itu, dengan ke tangguh annya Si Bos sanggup mengalahkan semua raksasa, termasuk memberi penjelasan logis kepada semua pihak. Dan itu sejatinya merupakan gambaran seorang ksatria yang tanggon atau dapat diandalkan. ”Karena Si Bos yang ksatria yang tanggap, ia dapat melaksanakan tugas pokoknya dengan benar dan tutug. InsyaAllah.”
”Wah, PF Gong untuk Bos mu. Tidak gampang lho menjadi sosok pemimpin yang seperti itu,” ujar wartawan Citraksi sambil menggenggam tangan Bagong
“ Sama-sama Bang Citrakasi. Ketahuilah, bahwa tatag, teteg, tangguh, tanggon dan tutug itu memang merupakan tantangan bagi seorang ksatria dalam kisah-kisah heroiknya. Semua itu sebenarnya menyampaikan pesan kepada kita semua untuk meneladaninya.”
Mendapat wejangan Bagong yang panjang lebar itu, membuat Citraksi melamun dan alam bawah sadarnya mengingat cerita wayang pakem, bagaimana Yudhistira yang begitu terkenal dengan kebijaksanaannya. Terutama mengenai ketulusan dan keikhlasannya.
Seperti halnya, di sebuah cerita, dimana suatu ketika dalam salah satu perjalanannya, Yudhistira bertemu dengan seekor burung kecil yang terbang rendah menghampirinya. Burung kecil itu meminta Yudhistira untuk memberinya perlindungan karena sedang dikejar oleh burung elang besar yang akan memakannya.
Kepada Yudhistira, burung itu mengatakan kalau dia ingin dilindungi karena tengah memiliki anak yang harus ia beri makan. Yudhistira pun langsung menyanggupi untuk memberi perlindungan kepada burung yang memang sangat membutuhkan pertolongannya.
Tidak berselang lama, burung elang besar datang di hadapan Yudhistira. Sontak burung elang langsung meminta Yudhistira untuk menyerahkan burung kecil yang sedang dilindunginya. Dengan tegas Yudhistira pun menolak dengan halus keinginan burung elang besar tersebut untuk meminta burung kecil.
Namun apa yang terjadi, burung elang besar tersebut tetap memaksa Yudhistira untuk menyerahkannya. Dia mengatakan, kepada Yudhistira bahwa burung kecil yang ada di genggamannya itu adalah makanannya dan seperti sudah menjadi takdirnya.
Namun Yudhistira tetap tidak mau memberikannya, karena burung kecil itu memiliki anak yang seharusnya diberi makan oleh induknya. Namun demikian, elang besar tetap mengatakan bahwa takdir sudah mengharuskan burung kecil itu untuk jadi makanannya.
Hingga akhirnya, burung elang besar memberikan penawaran kalau dia mau saja tidak memakan burung kecil tersebut asalkan Yudhistira mau merelakan tubuhnya untuk jadi makanannya.
Dan, disinilah letak keikhlasan dan ketulusan seorang Yudhistira. Tanpa pikir panjang, ia menyanggupi permintaan burung elang besar tersebut, sembari melepaskan burung kecil yang ada di genggamannya untuk pulang ke sarangnya. Selanjutnya, Burung elang besar begitu rakus mulai mencengkram tubuh Yudhistira dengan cakar tajamnya dan mulai memakan kedua kaki Yudhistira.
Yudistira dengan tenang dan penuh perasaan ikhlas menghadapi itu semua. Sambil menahan sakit, Yudhistira juga merelakan kedua tangannya untuk dimakan burung elang besar tersebut. Sampai pada giliran burung elang besar tersebut akan mematuk kedua mata Yudhistira, si elang besar bertanya lagi apakah Yudhistira meyakini keinginannya untuk dimakan burung elang tersebut.
Dengan masih sangat tenang dan ikhlas, Yudhistira menjawab bahwa ia menyanggupi. Ketika kedua mata itu akan dipatuk, keajaiban terjadi. Burung elang besar tersebut tiba-tiba berubah wujud menjadi dewa. Burung kecil yang tadi terbang ke sarangnya kemudian juga kembali dan berubah wujud menjadi dewa.
Kedua dewa itu mengatakan bahwa mereka sedang menguji ketulusan dan keikhlasan hati Yudhistira. Dan benar bahwa Yudhistira lulus. ”Dan apakah ini pertanda, di era milenial ini, Yudhistira diberi anugerah sebagai seseorang yang memiliki keikhlasan dan ketulusan hati yang tak tertandingi,” begitu Citraksi mengakhiri lamunannya. Wallahualam Bisawab. *** (Dari berbagai sumber)