‘’ Beri Warga Kami Solusi, Yakinlah Pengurangan Keluarga Miskin Akan Nyata ‘’ (3)

oleh -713 Dilihat
oleh
LUMBUNG PADI : Desa Mendenrejo, Kecamatan Kradenan, Blora yang termasuk salah satu dari 48 desa zona merah kemiskinan, sejatinya merupakan salah satu lumbung padi di Blora Selatan. (Foto : Istimewa)
  • Mengulik Desa Miskin di Blora Selatan 

” DENGAN contoh perlakuan Baznas Blora kepada warga Desa Mendenrejo, Kecamatan Kradenan, Blora,, menurut Kades setempat terbukti menjadi cara ampuh untuk mengurangi jumlah warga miskin secara bertahap. ” Intinya, berilah warga kami solusi, yakinlah  pengurangan jumlah keluarga miskin akan berkurang secara bertahap……..’’

KALI ini realitas agak berbeda saat mengulik desa miskin di Blora Selatan Bagian Timur, tepatnya di Desa Mendenrejo, Kecamatan Kradenan. Tidak lagi mendengar protes dari pemerintahan desa setempat atas cap desa miskin di desanya, melainkan justru curhatan  dalam terkait penanganan keluarga miskin.

Seperti diketahui, ketika mengulik kondisi dua desa di Kecamatan Jati, masing-masing  Desa Gabusan, dan Desa Doplang, dua dari 48 desa di Blora yang masuk zona merah kemiskinan,nada protes dari unsur di dua pemerintahan desa  itu nyaring terdengar. Intinya mereka tidak menerimakan jika desanya masuk kategori zona merah kemiskinan dengan 45 desa lainnya di Blora.

Di Mendenrejo, sebuah desa yang luasnya kurang lebih 1.267 Ha dengan jumlah penduduk sekitar 13.406 jiwa, Kades setempat, Supari dengan ramah dan begitu fasih menerangkan soal desanya yang masuk kategori miskin.

Dia menyatakan sudah paham dengan program pemerintah Kabupaten Blora yakni satu OPD satu desa dampingan dalam rangka  ngopeni kadang kekurangan. ‘’Dinas Pariwisata (Dinporabudpar) yang akan intervensi dalam penanganan warga miskin di desa kami,’’ papar Kades Supari.

Saat ini, lanjutnya, pihaknya tengah melakukan validasi data mandiri dengan melibatkan 9 Kepala Dusun, RW maupun RT yang ada. Harapannya  dari 8.000 warga yang saat ini masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) nanti bisa berkurang.

Sebelumnya, ketika berdiskusi dengan Camat Kradenan, Nunik Sulistyo Herniyati S.Sos,sepakat dan sepaham, bahwa wilayah Kradenan saat ini sudah tidak lagi msuk daerah pinggiran, karena akses jalan ke Kradenan sudah terbuka lebar dari segala penjuru.

‘’Soal masih ada dua desa di Kradenan yang masuk zona merah kemiskinan, memang perlu dicari akar persoalannya untuk kemudian secara bersama dicarikan solusi,’’ papar Camat Nunik.

Membaca teori yang beraneka macam tentang bagaimana mendapatkan data warga miskin yang valid dan terintegrasi dengan sistem informasi, ternyata terasa mentah saat mendapat curhatan dari Kades Mendenrejo, Supari.

Dia mengakui ya desanya yang sebenarnya makmur, dimana sebagian besar mata pencaharian warganya bercocok tanam, namun masuk miskin. Hanya menurut Supari, nada-nadanya kalau jumlah DTKS di desanya mencapai 8.000 kok ada sistem pendataan yang kuras pas. ‘’Ini terlepas saat ini kami tengah melakukan validasi data lho,’’ ungkapnya.

‘’Harapannya, nanti di pendataan yang melibatkan Kepala Dusun, RW, RT akan memotret kondisi di lapangan yang sebenarnya. Mudah-mudahan yang masuk DTKS bisa separo dari data DTKS saat ini. Ya dari 8.000 bisa tinggal 4.000,’’ harapan Kades Supari.

Baca Juga :  Ketika Yudhistira “Tertekan”

Tersandera

Pernyataan dari Kades Mendenrejo yang dimungkinkan selama ini tidak pernah diperkiraan dalam hal pendataan warga miskin. Dan dimungkinkan juga terjadi di beberapa desa kategori miskin di Blora.

Diantaranya, untuk mengubah data warga miskin seorang RT, RW, Kepala Dusun hingga Kades tersandera atau “semi takut” dengan protes dari warga yang tercoret dari warga miskin. Dipastikan, berawal dari mencoret warga yang sebelumnya terdata miskin menjadi tidak miskin akan menimbulkan dendam dan suudzon dari warga bersangkutan.

‘’Bagi seorang Kades, dimana merupakan jabatan politis, dampak pencoretan warga miskin akan terasa. Paling-paling ada anggapan “wah aku wis ora wonge” (wah saya sudah tidak orangnya). Ini serba repot dan mestinya ada solusi yang dibuat oleh para pemangku wilayah di atas,’’ harap Supari.

Selama ini, lanjutnya, pendataaan terkait ekonomi warga yang dilakukan oleh relawan juga kurang bisa memotret kondisi di lapangan yang sebenarnya. Salah satu penyebabnya, bisa saja saat pendataan yang memakai metode wawancara itu, warga yang didata tidak menceritakan kondisi ekonominya yang benar.

‘’Tidak menutup kemungkinan, saat petugas pendataan bertanya, seorang warga yang sebenarnya mempunyai sawah satu hektar menjawab hanya mempunyai sawah 1 kedok. Termasuk sebenarnya mempunyai sapi 10 ekor,  kepada petugas pendata hanya mempunyai sapi 2 ekor.’’

Ada sebuah pengalaman di Desa Mendenrejo yang menurut Supari bisa menjadi salah satu solusi untuk mengurangi jumlah warga kategori miskin. Dituturkan, selama ini ada bantuan anak sapi dari Baznas Blora kepada sekitar 10 warga di desanya, dimana warga penerima bantuan berkonsekuensi mau mundur dari Program Keluarga Harapan  (PKH).

Diketahui, Program Keluarga Harapan yang disebut PKH adalah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada Keluarga Miskin (KM) yang ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH. .

‘’Dari Baznas Blora sudah dua kali memberi bantuan semacam dan terbukti cukup ampuh untuk mengurangi jumlah warga miskin di desa kami. Yang ke dua, lagi 5 ekor sapi juga “menyadarkan” warga untuk mundur dari PKH,’’ jelas Kades Mendenrejo.

Berawal dari pengalaman itu, Kades Supari lantas “mengambil kalkulator” untuk berhitung  dan berikan saran masukan kepada pemerintah kabupaten tentang salah satu strategi untuk mengurangi jumlah warga miskin secara bertahap.

‘’Dengan contoh perlakuan Baznas kepada warga kami terbukti menjadi cara ampuh untuk mengurangi jumlah warga miskin secara bertahap. Intinya, berilah warga kami solusi, yakinlah  pengurangan jumlah keluarga miskin akan berkurang secara bertahap.’’

Kalkulator ala Kades Mendenrejo dimaksud, tidak usah sapi, bisa saja bantuan berupa kambing atau sembako yang diberikan kepada warganya agar mau terentas dari kategori miskin, dipastikan pengurangan jumlah warga miskin secara bertahap akan pasti.

Dia mencontohkan, jika saja dalam validasi data nantinya pengurangan jumlah 8.000 warga yang masuk DTKS menjadi separoh, atau tinggal 4.000, dan bantuan ala Baznas diterapkan 1.000 paket bantuan dalam setahun, diperkirakan dalam kurun waktu 3 tahun ke depan di Mendenrejo tidak ada lagi ditemukan  warga miskin.

Baca Juga :  Desak Pemkab Segera Aktifkan Bhakti Padma

Semua sebagai masukan Pak Kades, jangan lupa untuk terus menggali potensi yang ada di desa, seperti industri UMKM ( pembuatan tahu, keripik, mebel) terus ditingkatkan. Tidak ketinggalan untuk membomingkan potensi wisata Goa Sentono, yang saat ini sudah mulai dikenal oleh warga di luar Mendenrejo. Dan sejumlah potensi lainnya.

Akan menjadi sepakat manakala Camat Kradenan, Nunik Sulistyo Herniyati S.Sos, bahwa untuk mengentaskan kemungkinan di Mendenrejo, selain meningkatkan potensi UMKM, dimana akan berdampak peningkatan ekonomi warga, mental untuk malu dikategorikan sebagai keluarga miskin hendaknya juga terus dikikis.

Keberadaan  tiga anggota dewan yang ada di Desa Mendenrejo tentu sangat diharapkan cancut, urun pemikiran, syukur aspirasi yang dipunyai disinkronkan dengan program pengentasan kemiskinan baik di tingkat kecamatan hingga ke tingkat desa.

Sementara itu, ke depan, pemerintah kabupaten harus membangun kerangka konsep Data Berbasis Keluarga agar mendapatkan data warga miskin secara valid yang terintegrasi dengan sistem informasi yang dapat dijadikan data dukung dalam penentuan kebijakan intervensi program penanggulangan kemiskinan oleh pemerintah kabupaten.

Tahapan Mekanisme Pemutakhiran Mandiri (MPM) & Pengembangan Data Lokal (PDL), terdiri atas (1) Uji Publik dan Usulan Baru (Tingkat RW/Dusun) meliputi: paparan DTKS terakhir, penyisiran warga yang pindah/meninggal, layak/tidak layak (alasan tidak layak), dan usulan baru. Semua kegiatan tersebut dituangkan dalam berita acara.

(2) Tahapan Musrenbang data di tingkat desa, meliputi kegiatan Musrenbang Data di tingkat Desa yang merupakan pemaparan hasil uji publik dan usulan baru dari tingkat RW/Dusun. Berikutnya diperoleh Daftar Rumah Tangga Sementara yang dituangkan dalam Berita Acara serta warga diberikan Masa Sanggah atas Daftar Rumah Tangga Sementara tersebut.

(3) Tahapan Verifikasi Indikator, meliputi kegiatan: Verifikasi Lapangan oleh petugas menggunakan aplikasi android. Hasil verifikasi lapangan diolah sesuai kategorisasi kesejahteraan dengan SID dan data tersebut diintegrasikan dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK). Tahapan selanjutnya (4) Upload data ke SIK Kabupaten. *)

Reporter : Muji
Editor : Daryanto

Tinggalkan Balasan

No More Posts Available.

No more pages to load.